0

Penyiar Dais terbitkan Manuskrip Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari berusia 250 tahun

 

Kemarin, Selasa 8 Februari 2022, Manuskrip berjudul Mas-alatul Qiblah fil Batawi atau problematika arah kiblat di Batavia dilaunching di Ballroom Hotel Sultan Jakarta bersama 10 kitab ulama nusantara lainnya, diterbitkan dalam satu buku tebal  +- 500 halaman dengan judul Majmu’ah Muallafat Ulama Indonesia (Seri Penerbitan Karya Agung Ulama Nusantara Sepanjang Masa).  Diberikan sambutan oleh Bapak Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Rais Aam PBNU KH Miftahul Akhyar, dan Ketua BPK RI Bapak Agung. Selain buku itu, dilaunching juga buku Tuhfatul Qashi wad Dani fi Tarjamati Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar al-Bantani yang ditulis oleh KH Zulfa Musthofa (Wakil Ketua Umum PBNU). Acara dihadiri oleh para petinggi PBNU, Duta Besar Bahrain, Duta Besar Qatar, Ketua BPK RI, Direktur BSI, Badan Intelijen Nasional, MES (Masyarakat Ekonomi Syariah), Gubernur Sumbar, dan tuan rumah Bapak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Manuskrip Syekh Arsyad ini telah berusia 250 tahun, disimpan di Universitas Leiden Belanda, koleksi Christian Snouk Hurgronje. Beruntung manuskrip tulis tangan ini bisa diselamatkan, dan diterbitkan oleh Nahdhatut Turots. Yang menemukan dan mentahqiq manuskrip ini adalah ustadz muda dari Pesantren Rasyidiyah Khalidiyah (Rakha) Amuntai, Ustadz Nur Hidayatullah, dosen UIN Walisongo Semarang. Ustadz Nur Hidayatullah yang sehari-harinya juga aktif menjadi moderator di Radio Dais Masjid Agung Jawa Tengah. Menggunakan nama udara Hilal dan menjadi moderator dalam acara kajian sore yang disiarkan setiap hari pada jam 16.30. Hilal pun merasa sangat bahagia bisa diberikan kemampuan oleh ALLAH mentahqiq kitab ulama besar abad 18 yang karya-karyanya dikenal di dunia islam. Terlebih lagi kitab yang ditahqiq nya ini berbicara tentang falak yang merupakan konsentrasi hilal, lebih dari itu Hilal satu daerah dengan Syekh Arsyad.

Sejarah Penulisan Buku

Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari (1712-1810) atau yang kita kenal Datu Kalampayan menimba ilmu di Haramain lebih kurang 35 tahun. Datang ke kampung halaman Negeri Banjar th 1772 H. Sebelum tiba di negeri banjar, beliau singgah di Batavia beberapa bulan. Disitulah beliau mendapati sejumlah masjid yang arah kiblatnya melenceng jauh dari ka’bah.

Maka, bersama sahabat beliau Syekh Abdurrahman Al-Mishri dan Syekh Abdussomad Palembang, mereka membetulkan arah kiblat di Batavia (jakarta saat ini), di antaranya Masjid Kampung Sawah yang melenceng 25 derajat (saat ini namanya Masjid Al-Manshur Cagar Budaya) di Jakarta Timur.

Sikap meluruskan arah kiblat ini menuai kontroversi. Syekh Abdullah bin Abdul Qohhar seorang mursyid tarekat ketika itu tidak menyetujui pelurusan arah kiblat. Hal ini ditengahi oleh Gubernur Hindia Belanda Petrus Albertus van der Parra (1761-1775) dengan meminta Syekh Arsyad membuktikan arah kiblat tersebut secara ilmiah, dihadiri juga oleh seorang pendeta yang ahli astronomi; dan hasilnya adalah arah kiblat yang diluruskan Syekh Arsyad itu adalah benar.

Sementara Syekh Abdullah bin Abdul Qohhar yang tidak menyetujui perubahan kiblat tersebut, ia  bertanya banyak hal kepada Syekh Arsyad. Setelah diberikan penjelasan dalam dialog tanya jawab, maka disepakati kiblatnya dirubah. Tanya jawab antar dua ulama besar ini kemudian ditulis oleh Syekh Arsyad menjadi sebuah risalah yang berjudul Mas-alatul Qiblah fil Batawi atau problematika arah kiblat di Batavia, ditulis tahun 1772.

Isi Buku

Mengulas tentang perdebatan kewajibanmenghadap kiblat,apakah yang wajib menghadap kiblat itu arahnya atau bangunannya? Ditinjau dari perspektif fiqih, usul fiqih disertai ulasan tentang tasawuf,filsafat, ilmu nahwu, hadis, ulumul hadis, yang kesemuanya berkaitan dengan arah kiblat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *