Dr.KH. Syaifudin, dalam kajian tafsir tematiknya beliau menjelaskan bahwa Hibah artinya memberikan, Hibah berbeda dengan shodakoh berbeda pula dengan hadian, kalo shodaqoh mempunyai arti sesuatu yang diberikan demi mengharapkan pahala dari Allah , kalo hadiah adalah pemberian dalam rangka untuk menyambung tali asih.
Beliau mendefinisikan dalam kajiannya bahwa Hibah berarti pemberian yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tanpa mengharapkan balasan apapun miliknya kepada orang lain. Sehingga hibah itu sifatnya adalah umum, netral, dan bisa dikatakn tanpa pamrih.
Kita akan melihat bagaimana al quran berbicara tentang hibah atau tepatnya adalah dalam kontek apa al qur’an menggunakan kata hibah dari tasrifan-nya, paling tidak ada 19 tempat dimana al quran berbicara tentang hibah diantara Ali Imran:8, Ali Imron:38, Al An’am:84, Ibrahim:39, shad:30,35,43 Maryam:(19,49,50,53), Al Anbiya’:72,90), Al Furqon:74, As Syuaro’:21,49,83, Al Ankabut:27, Al Ahzab:50, As shafaat:100, adalah .( Tutur beliau Dr. KH Syaifudin dalam kajian tafsirnya ).
Penggunakan kata hibah dari fasinya dengan tidak memasukkan kata al wahab, tapi hibah dalam artian suatu perkerjaan. Dr. KH. Syaifudin dalam kajian tafsir tematiknya menjelaskan surat ali imron ayat 8
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
Artinya: “(mereka berdoa), “ya Tuhan kami, janganlah engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.”
Beliau menafsirkan ayat tersebut bahwa doa yang dilakukan oleh golongan “war raasikhuuna fil ‘ilmi”, Ulul Albab, orang yang beriman yang mempunyai nalar yang cerdas, yang mempunyai wirid dan dzikir yang kuat, yang mempunyai ilmu pengetahuan keimanan yang menancap di dalam hati sanubari mereka, mereka berdoa “Laa tuzigh quluubana” Wahai tuhan kami jangan jadikan hati kami berpaling. Jangan sampai kenikmatan yang sudah menancap di dalam hati itu menjadi hilang atau berpaling”.
Ini menunjukkan bahwa Ketika dia beriman dan merasakan manisnya iman itu ibaratnya walaupun dipukul, dihajar, dan dipaksa untuk melepaskan nikmanya iman pasti mereka tidak mau, seperti contoh sahabat nabi yaitu Bilal bin rabah di dalam sejarah islam miskipun beliau dicambuk ditindik dengan batu besar supaya murtad keluar dari islam tapi beliau tetap tidak mau untuk melepaskan keimannya.
Beliau KH Syaifudin menjelaskan Lafadz “Ba’da idzhadaitanaa” pada ayat ini membuktikan bahwa setiap orang telah mendapatkan petunjuk bisa saja tergelincir atau berpaling kembali dalam lubang keburukan. Konsistensi dalam meneguhkan hati pun tergoyahkan kembali karena beberapa penyebab kecil hingga besar. Seperti halnya dikarenakan oleh kesalahan atau dosa yang dilakukan. Maka dari itu, seorang hamba yang totalitas dalam beribadah kepada-Nya akan memohon dengan sungguh-sungguh agar diberi keteguhan atau ketetapan hati
Kemudian,beliau juga menafsirkan lafadz “Wahablanaa min ladun karahmah” dimaknai sebagai permohonan yang berisi pemberian yang diberikan secara spontan dan cepat (ilmu) serta kasih sayang yang paripurna dari Allah SWT. Lalu, “Innaka antal wahhaab” dimaknai sebagai kebesaran Allah yang memiliki sifat “al-Wahab” berarti Maha Pemberi. Memberikan banyak karunia kepada hamba-Nya atas dasar kasih sayang dengan tanpa pamrih
Maka dari itu, “ar raasikhuuna fil ‘ilmi” ini memohon kepada Allah SWT agar setelah menerima hidayah atau petunjuk, tidak tergelincir dalam hal-hal yang salah atau dosa. Lalu, tidak menjauh dari hidayah atau petunjuk tersebut. Kemudian, memohon dikaruniakan kasih sayang dari Allah SWT Yang Maha Pemberi. Permohonan yang diajukan kepada-Nya adalah permohonan yang penuh dengan nilai kekhusyuan, sehingga Allah SWT tidak segan memberikan rahmat-Nya kepada seorang hamba karena kecintaan-Nya
Apa yang diminta oleh orang yang “ar raasikhuuna fil ‘ilmi”, dalam doanya yang pertama yaitu memohon supaya manisnya iman itu tidak lepas dari hati mereka. Permohonan yang kedua adalah memohon supaya diberikan anugrah dan rahmat dari Allah SWT, Rahmat itu adalah ibarat pengunci supaya keimanann itu tidak lari kemana-mana dan keyakinan dan kepercayaan itu supaya kokoh bersemayam di hati “ar raasikhuuna fil ‘ilmi” (tutur beliau dalam penjelasan kajian tafsir tematiknya)
Dalam Al-Qur’an, penggunaan kata hibah digunakan dalam konteks pemberian anugerah Allah SWT kepada utusan-utusan-Nya, doa-doa yang dipanjatkan oleh hamba-hambaNya, terutama para nabi, dan menjelaskan sifat Allah SWT Yang Maha Memberi Karunia.
Penggunaan Kata wahab yang ada di dalam Al Qur’an, kenapa demikian, karena bahwa namanya hibah itu pemberian yang tanpa pamrih, tanpa imbalan apapun, tidak ada unsur transtaksional, dan allah tidak membebani apapun kepada peminta. Jadi supaya rahmatnya itu dicurahkan kepada “ar raasikhuuna fil ‘ilmi”, sebab orang yang memohon pada Allah itu bermacam-macam dalam permohonannya, diantaranya Allahumma inna nas’aluka, ada yang allahumma a’tini, Allahumarzuqna fahman nabyyin dan lain sebagainhya, tapi ketika sihgot atau lafat permohonan itu adalah dengan hab, ini menunjukann bahwa si peminta yang berdoa meminta rahmat yang sebanyak-banyaknya yang mana engaku tidak tanpa pamrih. (tutur beliau dalam kajian tafsir tematiknya)
Jadi yang memberi hibah itu adalah hanya Allah SWT sedangkan orang yang diberi hibah atau yang mendapatkan hibah adalah Al Mauhub (diantaranya adalah para nabi) sedangkan barang yang dihibahkan adalah barang-barang yang kasat mata yaitu anak , barang yang tidak kasat mata yaitu rahmat. [!]
Faiz